Mengemas Kembali Masa Putih Biru

Jl. Kepanjen, Surabaya. Ujung jalan menuju sekolah kita

Siang yang terik kala itu, ku kumpulkan segenap semangatku, kubulatkan tekadku, dan kusiapkan langkah kakiku untuk berjalan bersamamu, sahabatku !

Kepulan asap kendaraan tidak menjadi halangan bagi kita yang merasakan euforia manisnya mengumpulkan mozaik - mozaik kenangan masa sekolah.

Tepat saat sang mentari menunjukkan sinar terhebatnya, saat itulah waktu yang kita sepakati untuk menyusuri sepanjang jalan beraspal hitam ini.

Baru tiba di ujung jalan menuju gedung sekolah kita saja, banyak rasa bercampur di dada. Senang ? Tentu saja ! Bahagia ? Tak usah kujelaskan lagi, pasti iya jawabnya !

Ringan kulangkahkan kaki, menikmati sepoi angin yang perlahan menggerakkan helai - helai rambutku. Kusapukan pandangan mata ke deretan gedung tua yang menuju ke sekolah kita. "Ah, tak banyak yang berubah ternyata !"

Tak terasa langkahku pun terhenti di depan sebuah gerbang sekolah yang tak terlalu tinggi, namun tetap terlihat kokoh di usianya saat ini. Gerbang besi itu berwarna hitam kelam, sama seperti dulu, saat kita masih berseragam putih biru. Warna catnya terlihat masih baru, tapi aku tahu jika sudah banyak cerita yang tak lagi baru disana.

Ingatkah kau, ketika itu kita berebutan untuk tiba duluan di depan gerbang dan segera melangkahkan kaki ke ruang kelas kita ? Saat itu adalah tahun pertama kita di sekolah, datang terlambat bukan menjadi pilihan kita. Ingin disebut murid yang ta'at begitulah sederhananya.

Mushola di sekolah kita

Gerbang Sekolah


Tapi, begitu tahun pertama terlewati, gerbang sekolah kita menjadi saksi episode yang lain lagi. Ketika jam pelajaran pertama adalah pelajaran yang cukup membuat mood kita berubah, maka kita akan memilih untuk datang terlambat saja.

Datang terlambat ketika masuk sekolah konsekuensinya adalah tidak ikut jam pelajaran pertama. Itu artinya bahwa kita siap sedia dengan sukarela untuk ngendon sementara di ruang BP dan melalui segala prosedurnya.

Gerbang sekolah saja sudah menyimpan berjuta cerita. Belum juga kulangkahkan kaki ini untuk masuk lebih dalam lagi untuk menyusuri semua yang telah terkemas dalam memori.

Masih terus kukagumi gagahnya gedung sekolah yang usianya tak lagi muda. Tak ada yang berubah di sana, hanya tampak beberapa tanaman hijau yang ditambah untuk memperindah halamannya.

Perlahan kulangkahkan kaki masuk ke dalam area sekolah, aku berjalan ke sisi kanan dari gerbang sekolah. Masih jelas terlihat di sana ruang Kepala Sekolah kita. Lorong kecil menuju parkiran sepeda di dekat sana pun masih ada. Aku ingat betul bagaimana bersemangatnya kau dulu ketika mengayuh sepeda dan ketika sampai di lorong itu, kau pun berhenti dan berlanjut menuntunnya ke parkiran sepeda, sambil sesekali kau usap peluh yang meleleh di dahimu.

Kupalingkan pandanganku ke seberang ruang Kepala Sekolah.



Lorong menuju parkiran sepeda, dekat ruang Kepala  Sekolah
Hei, mushola sekolah kita sudah berdiri sempurna lengkap dengan jendela kacanya ! Masih ku ingat saat itu, setiap jam istirahat tiba bertepatan dengan waktu ashar, kau selalu tiba duluan di sana untuk menunaikan sholat. Mushola itu hanya berbingkai kayu saja jendelanya saat masa kita di sana. 

Tak kuasa kulangkahkan kaki lebih jauh lagi, aku terhenti di sini, di tengah lapangan olahraga sekolah kita. Kunaikkan pandangan, mataku menatap ring basket yang melekat di dekat plang nama sekolah kita. Plang itu sudah tak ada lagi, telah berganti dengan tembok bercat putih bersih. Ring basket itupun sudah tak ada, hanya meninggalkan papan kayu rapuh tempat menempelnya ring itu. Terpekur aku menatap sisa - sisa kejayaan sekolah kita. Kini, ring itupun rapuh termakan usia. 

"Ah, bagaimanakah kabar ruang kelasku kini ?" Pertanyaan itu begitu saja melintas di kepala, menghendaki kaki ini untuk terus melangkah lagi,melangkah menuju ruang kelas berpintu dan berjendela tinggi - tinggi. Di depan ruang kelas ini dulu kulihat kau duduk di bangku dekat tangga. Tiap jam istirahat tiba kau terlihat asyik bercengkrama dengan teman - temanmu, sambil sesekali kau petik gitarmu dan kemudian kau lantunkan lagu - lagu yang hits pada saat itu.

Kelas 3B

Di depan kelas ini juga, kuhabiskan jam istirahatku dengan tiga kawan karibku. Sambil menggenggam jajanan kesukaan di tangan.
Biasanya kami membicarakan kawan dari kelas sebelah. Tahu kah kau tiga kawanku ini sering mencuri - curi pandang pada kawan laki - laki dari kelas sebelah? Bahkan aku pun sempat melakukan hal serupa !

Senyumku terkembang mengingat semua itu. Berada pada fase remaja awal saat itu membuat warna warni hidup menjadi lebih indah. Tak terasa sudah lama tertinggal masa - masa remaja itu.

Dari depan ruang kelas ini perlahan kuamati setiap lekuk pintu dan jendelanya. Semua masih sama, warna catnya pun juga sama. Bahkan, satu baris kayu yang terlepas dan menyisakan lubang di pintu kelas kita pun masih sama. Pintu itu masih menyisakan lubangnya di sana. Hanya saja papan hitam di kelas kita telah berubah warna menjadi papan licin berwarna putih bersih. Bangku - bangku kayu kokoh di kelas juga tak ada, telah berganti menjadi bangku warna warni dengan nuansa pastel yang katamu warnanya seperti perabot makan.

Dari ruang kelas ini, lamat - lamat kudengar kembali suasana pelajaran Geografi. Kudengar ibu guru kita menerangkan peta buta dan kemudian karena kita sibuk tertawa - tawa sendiri, tiba - tiba ibu guru begitu saja memintaku dan tiga kawan karibku menjawab rentetan pertanyaan ditambah harus menunjukkan letak negara lintas benua, yang beribu mil jauhnya dari negara kita. Untung saja aku dan tiga kawankubtadi selalu bisa menjawab pertanyaannya. Dan, ibu guru pun urung marah.




Aku bahagia saat itu, sangat bahagia ! Mimpi bersekolah yang hampir saja tak dapat terpenuhi, terwujud di sana. Dari sekolah ini, dari ruang kelas ini, aku beranikan diri untuk bermimpi, sedikit demi sedikit kutuliskan harapan, kubulatkan tekad untuk tak pernah berhenti di sini saja. Aku tak tahu, seperti apa aku kelak !? Yang aku tahu hanyalah aku tak mau berhenti bersekolah, aku mau tetap membaca, aku ingin selalu berdekatan dengan rupa - rupa sekolah. Ingin selalu kunikmati wangi kertas buku yang kubaca, tak ingin pula begitu saja kutinggalkan pena. Aku cinta sekolah kita. Aku selalu ingin ada di dalamnya. *np83

#untuk sekolahku tercinta, untuk guru - guru yang hebat, untuk teman sepermainan masa putih biru.


Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer