Kereta Api, Potret Transportasi Negeri Ini

Mendengar kata "kelas ekonomi" banyak membuat ngeri, khususnya jika hendak berpergian dengan kereta api. Berjubelnya penumpang di gerbong kereta membuat bayangan perjalanan makin muram saja, ditambah lagi dengan barang bawaan yang membludak, pasti akan memperparah kesesakkan di gerbong kereta. Hilir mudik para pedagang asongan dan pengamen akan selalu mewarnai perjalanan dengan kereta api kelas ekonomi. Penumpang pun harus berlomba untuk mendapatkan tempat duduk, pendek kata siapa cepat dia dapat, yang lambat tidak akan dapat tempat.

Melelahkan, butuh perjuangan, penuh kewaspadaan, dan menguji kesabaran, begitulah kira - kira bagaimana rasanya yang dialami kebanyakan orang ketika naik kereta api kelas ekonomi. Saya pun merasakan hal serupa. Ketika itu, saya akan ke Jakarta, saya berangkat dari stasiun Pasar Turi. Baru beberapa stasiun yang dilewati, penumpang semakin membludak, bertambah !. Semakin jauh laju kereta, semakin banyak volume massa. Di koridor - koridor gerbong kereta, banyak penumpang menggelar tikar atau hanya sekedar beralaskan koran saja. Mereka duduk, tidur terlentang, disepanjang koridor dan setiap celah di gerbong kereta. Ya... alas tikar atau koran tadi adalah medianya, media untuk mematok tempat di koridor gerbong kereta.

Tidak hanya itu saja, untuk perjalanan jauh seperti Surabaya - Jakarta dan sebaliknya, penumpang harus ekstra waspada. Mata tidak akan bisa terpejam sempurna. Duduk sambil mendekap backpack, tas selempang, dan semacamnya sudah jamak terjadi disana. Lengah sedikit saja bisa jadi celaka. Keamanan kereta api kelas ekonomi saat itu belum seberapa.

Udara pengap, sesak, dan ditambah aroma badan yang banyak macamnya sudah biasa. Tidak ada kipas angin, apalagi air conditioner, udara dingin hanya masuk dari jendela yang ukurannya tak seberapa.

Urusan ke toilet pun bisa jadi hal yang menyebalkan. Belum sampai di toilet saja, bau pesingnya sudah kemana - mana. Untuk sampai ke toilet pun dibutuhkan kesabaran, saya harus membelah tumpukan penumpang yang memadati koridor kereta.

Namun, sekarang kereta api kelas ekonomi sudah banyak berubah. Perbaikan sudah banyak dilakukan. Untuk mendapatkan tiket pun sistem yang dilakukan sudah tidak sama, jika dulu kereta api lokal jarak dekat bisa dengan mudah didapat sesaat sebelum kereta berangkat, kini tiket kereta harus dipesan terlebih dahulu, nomor gerbong dan tempat duduk akan tertera di tiket kereta, memastikan bahwa penumpang akan mendapat fasilitas yang selayaknya. Kartu identitas juga akan diminta ketika memesan tiket kereta dan ketika akan melewati peron, petugas akan memeriksa kembali kartu identitas dan tiket kereta. Antrian di ticket box juga lebih tertib dibandingkan dulu.

Masuk ke gerbong kereta sudah tidak perlu was - was lagi, tidak ada saling dorong dan mendahului karena semua penumpang sudah punya tiket ditangan, artinya mereka sudah pasti dapat kursi.

Sepanjang melintasi gerbong kereta, koridor terlihat bersih, tidak ada lagi pengap terasa, gerbong kereta sudah dilengkapi air conditioner, di dekat kursi pun ada colokan listrik untuk mengisi daya gadget yang kita bawa, sekarang saya bisa lantang berkata "bye - bye low batt".

Hanya membayar tiket kereta Rp. 5.500,- untuk perjalanan Surabaya - Kediri dan sebaliknya, Rp. 5.500,- untuk perjalanan Surabaya - Blitar dan sebaliknya, Rp. 4.000,- Surabaya - Malang dan sebaliknya, saya sudah bisa berleha - leha menikmati semua fasilitas tadi.

Sebulan yang lalu, saya melakukan perjalanan dengan KA Pasundan, kereta api ini juga berkelas ekonomi. Perjalanan dengan kereta api kelas ekonomi ini memberikan kesan tersendiri bagi saya, selain untuk meminimkan budget travelling, di sini juga lebih terasa bagaimana euforia menggunakanan transportasi masal bertarif murah meriah, selain itu banyak bertemu dengan ragam manusia di dalamnya juga memberikan cerita yang berbeda.


Di dalam KA Pasundan

Tiket KA Pasundan

Tiket KA Sriwedari

KA Sriwedari

Rp. 55.000,- biaya yang harus saya keluarkan untuk satu tiket kereta Surabaya - Purwosari, Solo. Dengan biaya tak seberapa, saya sudah sampai Jawa Tengah dan mendapatkan semua fasilitas seperti yang saya sebutkan tadi. Saya tidak kembali ke Surabaya melalui Solo, dari Solo perjalanan berlanjut ke Jogjakarta, dari Jogjakarta kembali ke Surabaya dengan KA Pasundan berharga sama dengan keberangkatan dari Surabaya. 

Yang menarik adalah ketika saya melanjutkan perjalanan dari Solo ke Jogjakarta. Berkereta api tetap menjadi pilihan saya, nyaman dan mudah itu alasannya. KA Sriwedari adalah pilihan saya kali ini, bukan tanpa alasan memilih kereta ini, waktu adalah alasan utama. Pukul 15.25, KA Sriwedari akan bertolak dari stasiun Solo Balapan menuju stasiun Lempuyangan, Jogjakarta. Itu artinya, saya masih bisa menghabiskan waktu menikmati kota Solo hingga sore tiba. Sebelumnya saya berencana menggunakan KA Prambanan Express, yang lebih dikenal dengan Pramex. Jadwal keberangkatan Pramex yg lebih siang dari KA Sriwedari membuat saya batal memilihnya. Oh ya, jika akan membeli tiket KA Prambanan Express atau KA. Sriwedari harus mengantri tiga jam sebelum keberangkatan kereta, berbeda dengan kereta api jarak jauh atau lokal menengah yang bisa reservasi jauh - jauh hari.

Di dalam KA Sriwedari


KA Sriwedari ini sejenis dengan KA. Komuter yang ada di Surabaya. Cukup membayar tiket Rp. 10.000,- saya akan sampai ke Jogjakarta. Ini adalah kali pertama saya pergi dengan KA. Sriwedari, sebelumnya saya mengira bahwa tidak akan ada nomor kursi yang tertera di tiket kereta, karena tidak ada sistem reservasi. Ternyata dugaan saya salah, nomor itu tertera di tiket kereta. Yippie.., itu artinya saya tidak perlu berlomba untuk bisa duduk nyaman di kereta. Itu baru kejutan pertama. Setelah melangkah masuk ke gerbong kereta, saya mendapat kejutan berikutnya. Udara dingin begitu terasa, menggigil badan merasakan dinginnya. Berbeda dengan kereta api kelas ekonomi yang pernah saya tumpangi, yang berpendingin ruang seperti lazimnya ada di dalam ruangan. KA Sriwedari berpendingin sentrak. Dinginnya yang terkira menimbulkan titik - titik embun di jendela kereta.

Tidak hanya dingin, KA Sriwedari ini juga bersih, senang rasanya transportasi negeri ku sudah semakin maju. Beberapa meter sebelum masuk ke tiap - tiap stasiun, telinga ini akan mengakrabi informasi dari pengeras suara yang memberitahukan sampai di stasiun mana. Di ujung gerbong juga terdapat sign board yang berganti - ganti tulisan menunjukkan kita berada di stasiun mana. 

70 menit perjalanan yang sangat nyaman. Pukul 16.45, saya tiba di stasiun Lempuyangan, Jogjakarta, tanpa keterlambatan. 

Menurut informasi dari bagian ticketing, tiket kereta api kelas ekonomi jarak jauh per Januari 2015, akan mengalami perubahan harga. Kabarnya, sudah tidak ada lagi subsidi untuk itu. Sangat disayangkan, ketika kereta api kelas ekonomi sudah berbenah diri dan banyak masyarakat mulai memilih serta percaya lagi dengan transportasi masal jenis ini, malah subsidinya akan dihapuskan dan akan terjadi perubahan harga, yang kabarnya bisa lebih dari dua kali lipat jumlahnya. 

Masih banyak bagian dari negeri ini yang ingin saya kunjungi dengan berkereta api tentunya, rasanya sudah benar - benar jatuh hati dengan kereta api. Semoga saja dengan kebijakan dihapusnya subsidi kereta api ekonomi jarak jauh tidak menghapus animo masyarakat untuk tetap memilih moda transportasi ini dibandingkan dengan penggunaan mobil pribadi, yang kian lama menumpuk di jalanan dan asapnya menambah polusi dan tentu saja semoga dengan kebijakan ini, membuat transportasi masal negeri ini terus berbenah diri. *np83

Komentar

  1. sengajaaaaa....ngiming-ngiming i.... mentang-mentang aku udah puluhan tahun gak pernah naik KA..!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wkkwkkk... ngena nih yaa., tulisannya. Buruan pulang, ntar cobain deeehhh naik kereta, pasti mau lagi !!

      Hapus

Posting Komentar

Postingan Populer